Jumat, 22 April 2011

Splash of Color

Lifestyle » Trend and Fashion » Splash of Color

Splash of Color

Sabtu, 23 April 2011 - 09:45 wib

Splash of color. (Foto: Google) ELEMEN etnik masih menjadi kunci tren busana, namun dalam balutan palet penuh warna. Terlihat dari berbagai sentuhan eksotis yang menjadi pilihan para desainer, baik perancang internasional maupun lokal. Seperti apa?

Busana dan aksesori berelemen etnik belum hendak beranjak pergi pada tahun 2011, malah terus hadir dengan napas baru. Para desainer terus menghadirkan ragam gaya etnik dengan sentuhan berbeda, terkadang bercampur napas grunge ala 1980-an, tampil retro dengan kemasan 1960-an, atau bahkan terlihat dinamis dengan gaya futuristis serta warna-warna cerah.

Misalnya, perhiasan dari Chanel dengan warna hitam, hijau, dan putih yang melebur sempurna. Hal itu merupakan dinamisme aksen warna hijau yang tercipta dari gemstone yang diolah menjadi pendant.

Selanjutnya, lini perhiasan Thomas Sabo secara konsisten menggabungkan unsur feminin dan maskulin dalam setiap koleksi desainnya. Louis Vuitton juga berani melakukan kolaborasi warna. Hal ini terlihat dari koleksi Louis Vuitton Spring/Summer 2011.

Untuk perhiasan dengan warna gold juga tetap menjadi favorit para sosialita pada tahun ini. Misalnya, emas bercitra kuat dam kokoh beradu dengan bentuk fleksibel yang diterapkan oleh Celine melalui desain anting. Material ini dieksplorasi sedemikian rupa membentuk simpul ikatan tali.

Hermes meluncurkan juga koleksi perhiasan yang didominasi material emas. Bentuk minimalis bersanding kontras dengan maksimalitas material. Selanjutnya, permainan komposisi bentuk bulat dan lingkaran menjadi benang merah desain anting Yves Saint Laurent.

Bentuknya yang cenderung besar menjadi daya tarik tersendiri bagi yang mengenakannya. Bulgari melakukan esensi vintage menjadi nilai lebih dari koleksi perhiasan. Tiga buah koin kuno dikomposisikan dengan material gold dan white gold. Gelang ini merupakan salah satu koleksi museum Bulgari di Roma.

Warna cerah dan etnik juga memengaruhi desainer Matthew Williamson yang menghadirkan koleksi busana sekaligus aksesori dengan inspirasi gaya bohemian kaum hippies.

Koleksi tersebut langsung memberikan kesan etnik di antara koleksi lain yang cenderung bergaya kontemporer. Terutama melalui sentuhan hippies ala Meksiko yang dipadukan dengan combat boots beraksen. Etnik dan napas tribal juga menjadi pilihan Gucci dan Roberto Cavalli. Selanjutnya, para desainer Indonesia, seperti Carmanita,Tuty Cholid, Priyo Oktaviano, Sofie, dan Lenny Agustin, karyanya juga didominasi warna cerah dan ada unsur etniknya.

Misalnya, Carmanita melalui trend show Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI), kendati menggunakan palet pastel, juga tetap ikut bermain warna pastel dalam potongan busana asimetris dan dekonstruktif dengan motif ragam hias tenun Ujung Pandang.

”Semua rancangan dibuat tanpa patron,” sebutnya.

Wajar bila blus yang dipadukan dengan celana galembong besutan Carmanita tampil natural. Pasalnya, setiap koleksinya dibuat dari selembar kain yang tidak dipotong ataupun dijahit. Hanya dililitkan begitu saja dengan bantuan peniti atau jahitan sederhana. Feminin, kasual, dan tentu saja etnik.

Sebagai pelengkap, Carmanita juga menghadirkan koleksi tas bahu dengan napas senada. Tuty Cholid mengusung ragam busana batik Solo dengan kombinasi tenun ikat Bali dan sarung Makassar yang dihadirkan dalam palet pink, hijau, magenta serta kuning kecokelatan.

Sofie menyuguhkan napas kontemporer berbalut etnik yang mengisahkan emansipasi wanita modern masa kini yang juga diperlihatkannya dalam koleksi sepatu nan apik.

”Koleksi ini saya tujukan bagi wanita urban yang mapan, mandiri, dan penuh percaya diri,” ujar desainer yang memiliki nama lengkap Ahmad Sofiyulloh ini.

Adapun Priyo, yang menghadirkan koleksi bernapas etnik, juga tetap ikut bermain warna. Songket Palembang serta tenun dan songket Bali dihadirkan dalam paduan warna kontras yang dikemas dalam gaya tribal dengan sedikit sentuhan Western.

Desainer Lenny Agustin dengan ”Unconcious” bercerita mengenai sisi mistik dan ritual adat masyarakat pedalaman yang disajikan dalam kemasan kontemporer.

Sementara Dina Midiani dengan tema ”Pasar”menghadirkan sisi lain batik yang disajikan tidak beraturan, saling tabrak warna, tabrak motif, dan berpotongan asimetris. Namun, secara keseluruhan, terlihat apik dan membawa pesan moral akan bhineka tunggal ika, berbeda tapi tetap satu.(SINDO//nsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar