Sabtu, 20 November 2010

"Gara-Gara Keluarga Kamu, Sih!"

Lifestyle » Family » "Gara-Gara Keluarga Kamu, Sih!"

"Gara-Gara Keluarga Kamu, Sih!"

Sabtu, 20 November 2010 - 10:02 wib

(Foto: gettyimages) KERAP kali kita dengar curhat alias curahan hati istri maupun suami yang bertengkar dengan pasangannya karena dipicu orang-orang terdekat yang masih menjadi bagian dari keluarga mereka. Misalnya dengan ipar, mertua, sepupu, atau saudara lainnya.

Sebut saja Purie (29) seorang ibu beranak dua. Ia seringkali bertengkar dengan sang suami, Nanda (35) gara-gara adik ipar Purie yaitu Fahmi (22). Pemuda yang masih berstatus mahasiswa ini tinggal bersama mereka. Kedua anak Purie yang masih duduk di sekolah dasar senang sekali kalau sudah bermain dengan sang Paman.

“Apalagi kalau main PS. Waduh, lupa waktu! Anak-anak dapat pengaruh buruk dari Adikmu itu, Pa!,” cerocos Purie pada Nanda.

“Habis bagaimana dong Ma, namanya juga masih muda,” jawab Nanda.

“Iya, semestinya kamu bilang sama Adikmu kalau anak-anak itu jangan diajak main Play Station terus! Bisa bebal nanti otaknya,” sahut Purie ketus.

“Ya, nanti kutegur dia,” jawab Nanda lagi.

Sekilas pemicu pertengkaran memang terlihat sepele, tapi pada kenyataannya hal-hal sepele kian lama jika tak terselesaikan dapat menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Fokus pada Keluarga Inti

Berkaca dari kasus Purie dan Nanda di atas, Dra. Ratih Andjayani Ibrahim, MM, Psikolog dari Personal Growth mengatakan, “Sejak seseorang berkeluarga, idealnya ia memfokuskan diri kepada keluarganya yang sekarang, yaitu kepada pasangannya serta anak-anak yang dilahirkan sebagai buah dari perkawinan tersebut. Pihak lain di luar keluarga inti termasuk keluarga besar seharusnya tidak dibiarkan masuk terlalu dalam.”

Mengapa? Selain mengganggu privasi juga membuat keluarga baru ini sulit untuk mengembangkan relasinya satu sama lain ke arah yang lebih matang. Kemudian saat mulai hadir anak-anak, maka anak harus menjadi prioritas utama.

“Wajib diupayakan sebuah lingkungan yang seideal mungkin, kondusif dan aman bagi anak untuk berkembang secara wajar. Atas kasus Purie tersebut, boleh saja menyampaikan keberatannya kepada suami dan baik sekali agar Nanda menanggapinya secara positif,” urai Ratih.

Tetap Netral dan Objektif

Lantas bagaimana sikap kita jika ada anggota keluarga besar yang mulai berulah atau bersikap tidak menyenangkan terhadap diri kita? Perilaku yang dianggap berulah atau tidak menyenangkan sebetulnya dapat dikatakan sangat subjektif.

“Persepsi kita terhadap perilaku seseorang  akan memengaruhi penilaian kita terhadap perilaku yang bersangkutan. Belum lagi jika ada isu-isu internal di dalam diri kita. Misal memang dasarnya sudah tidak suka, relasi tidak akrab dengan anggota keluarga suami, merasa tidak sepenuhnya punya tempat dalam keluarga tersebut, dan lain-lain. Ketika kita tetap bersikap netral, belum tentu perilaku-perilaku tersebut kita anggap menjengkelkan” terang Ratih.

Jika kita sendiri dalam keadaan baik, mantap dan punya hubungan dekat dengan siapa saja di rumah tersebut, rasa kecurigaan dapat dikurangi. Sehingga kita bisa saja menyampaikan keberatan serta alasan-alasannya kepada si pembuat ulah tadi. Apalagi jika hubungan kita dekat, kita bisa berbicara langsung kepadanya.

Tip Jalin Hubungan Harmonis dengan Keluarga Besar

-
Memang betul kita menikahi si pasangan hidup, namun begitu kita menjadi istri/suami dan apalagi tinggal di rumahnya, kita ikut menikah dengan keluarga besar tersebut. Oleh karena itu, dituntut keikhlasan untuk mau melebur dengan keluarga.

- Mampu bersikap dewasa, objektif, dan secepatnya beradaptasi dengan keluarga tersebut.

- Keterbukaan dan perlu ditunjang sikap realistis dan saling menghormati satu sama lain.

- Kalau perlu minimalkan expectation atau harapan-harapan ideal yang justru menyulitkan semuanya serta merusak hubungan baik.

- Pelajari nilai hidup dan kebiasaan yang dimiliki keluarga pasangan.

- Pahami baik-baik jika ada potensi pergesekan. Beranilah untuk mengalah dan mampu mengambil jarak agar tetap mampu berpikir jernih.

- Kemampuan berpikir jernih membuat 'si dia' akan respek kepada kita. Prinsipnya adalah realistis, objektif, ikhlas dan matang.(Mom& Kiddie//ftr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar