Jumat, 19 November 2010

Keindahan Musoleum yang Terlupakan

Lifestyle » Travel » Keindahan Musoleum yang Terlupakan

Keindahan Musoleum yang Terlupakan

Sabtu, 20 November 2010 - 10:18 wib

Musoleum OG Khouw (Foto: ist) MUSOLEUM Taj Mahal di India boleh jadi terkenal di seantero dunia. Namun, tahukah Anda bahwa di Kota Jakarta, Indonesia, ada pula musoleum yang dianggap termegah di zamannya? Bahkan, lebih megah dari musoleum yang dibuat untuk William Rockefeller Jr, seorang miliarder asal Amerika.

Nama musoleum itu, Musoleum OG Khouw. Letaknya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ya, di tengah hiruk-pikuk jalanan yang tergolong ramai tersebut ternyata terselip sebuah musoleum megah yang telah berdiri sejak 83 tahun lalu.

Bayangkan kemegahannya. Pilar- pilar tinggi mengelilingi bangunan musoleum. Di tengahnya terdapat patung malaikat perempuan setinggi lebih dari dua meter. Di bawahnya, ada dua nisan dengan nama OG Khouw dan Nyonya OG Khouw, Lim Sha Nio. Seluruh pilar, patung, nisan, dan dinding musoleum terbuat dari marmer hitam yang diimpor langsung dari Italia. Desainernya juga orang Italia. Demikian pula dengan perusahaan pembangunnya, Ai Marmi Italiani, juga berasal dari Italia dan memiliki cabang di Batavia (Jakarta) dan Surabaya. Sementara pagar-pagar musoleum terbuat dari tembaga.

Di bagian bawah musoleum, terdapat ruangan serupa bunker, yang seluruh dindingnya berlapis marmer putih. Di bunker inilah terdapat jasad OG Khouw dan istrinya, Lim Sha Nio.

Berapa dana yang dibutuhkan untuk membangun musoleum semegah ini? Menurut artikel di majalah mingguan Sin Po Weekelijk Editie tanggal 20 Februari 1932, yang dimuat di buku Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia karya Drs Sam Setyautama, pembangunan musoleum ini menghabiskan dana hingga f.200.000 (gulden) atau USD4 juta.

Artinya, dengan kurs sekarang, miliaran rupiah dikeluarkan untuk mendirikan bangunan pelindung makam ini. Sebuah angka yang tentu saja sangat spektakuler, mengingat tahun pembangunannya pada 1927.

Tak heran, majalah Sin Po sampai berani menyebut musoleum ini lebih megah dari musoleum yang dibangun untuk William Rockefeller, Jr, miliarder asal Amerika Serikat, pemilik perusahaan Standart Oil, yang meninggal pada tahun 1922.

Pertanyaannya, siapakah sebenarnya OG Khouw, hingga mampu membangun musoleum yang dianggap termegah di zamannya?

Tionghoa Bergaya Belanda

Sesungguhnya, sulit mencari jejak pria Tionghoa yang berdasarkan tulisan di nisannya lahir di Batavia, 13 Maret 1874, dan meninggal di Swiss, 1 Juli 1927. Sejauh ini jejak sejarahnya hanya bisa dilihat di buku karya Drs Sam Setyawan tersebut.

Di buku itu, dikatakan bahwa OG Khouw adalah seorang tuan tanah di kawasan Tambun, Bekasi. Dia memiliki perkebunan tebu yang sangat luas di kawasan tersebut. Dia juga memiliki sebuah bank bernama Than Kie Bank di daerah Jalan Pintu Besi,Jakarta.

Pria Tionghoa ini sepertinya memang lahir dari keluarga dengan status sosial tinggi. Keluarganya sempat memiliki banyak rumah di kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat. Adiknya, Khouw Oen Kiam, bahkan menjadi pemilik bekas gedung Kedutaan Besar Republik Rakyat China (Kedubes RRC) di Jalan Gajah Mada, Jakarta. Gedung tersebut hancur karena kerusuhan tahun 1965. Sekarang, bangunan tersebut menjadi gedung SMAN 2 Jakarta. Sementara, sepupunya, Khouw Kim An, adalah seorang tentara berpangkat mayor. Khouw Kim An meninggal pada 1945 dan dimakamkan tak jauh dari musoleum OG Khouw.

Sebagai pebisnis, OG Khouw juga punya jiwa sosial. Dia memiliki klinik Jang Seng Ie, yang kini menjadi Rumah Sakit Husada di kawasan Mangga Besar. Salah satu rumahnya di kawasan Pinangsia juga dijadikan sekolah Hollandsch-Chineesche School (HCS), sekolah untuk anak-anak keturunan Tionghoa dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Didirikan pada 1908, sekolah ini menjadi HCS pertama yang didirikan di Batavia (Jakarta).

Karena status sosialnya yang tinggi, OG Khouw menjadi salah satu warga keturunan Tionghoa yang dihormati pemerintah kolonial Belanda. Dia bahkan mendapat kehormatan untuk menikmati segala fasilitas kelas satu yang biasa dinikmati orang-orang Belanda di Batavia. Dia boleh makan di restoran mewah di Batavia. Boleh pula naik kereta kelas satu yang dimiliki Belanda di Batavia.

Karena itu pula, namanya lebih sering disebut sebagai OG Khouw atau Oen Giok Khouw, mengikuti ejaan orang Eropa. Padahal, sebagai warga keturunan Tionghoa, seharusnya namanya disebut Khouw Oen Giok. Karena kekayaannya pula, OG Khouw membeli tanah di Petamburan pada tahun 1901. Tanah itulah yang dijadikan tempat berdirinya musoleum, yang akhirnya menjadi TPU Petamburan.

Banyak Dicuri

Musoleum OG Khouw sebenarnya sudah dilindungi oleh undang- undang buatan pemerintah Kolonial Belanda pada 1912, seperti yang tertulis di salah satu pintu masuk musoleum. Ironisnya, menurut Ferry Guntoro, salah satu pegiat di komunitas Love Our Heritage, bangunan tersebut belum masuk dalam daftar cagar budaya yang patut dilindungi oleh pemerintah Indonesia.

Mungkin karena itu pula, banyak bagian dari musoleum yang hilang dicuri orang. Patung malaikat yang berdiri megah di antara pilar-pilar musoleum, memang masih berdiri kokoh, tak kurang suatu apa pun. Namun, marmer yang melapisi tangga menuju bunker hilang setengah bagian.

Pintu masuk bunker, yang diduga juga terbuat dari tembaga berbobot berat, juga lenyap tak berbekas.Bangku-bangku marmer yang ada di dalam bunker pun ikut hilang dicuri.Begitu juga kuningan yang menghiasi salah satu sudut bunker.

Karena prihatin dengan kondisi musoleum itulah, Ferry, Amelia Devina, Jemmi, Andi, dan beberapa rekan lainnya mendirikan komunitas Love Our Heritage. Komunitas yang berdiri pada tahun 2009 ini lantas berusaha mencari donasi untuk membersihkan dan memperbaiki musoleum tersebut. Pada pertengahan tahun ini, usaha perbaikan pun dilakukan. Di antaranya dengan membuat pintu masuk di bunker, memasang lampu di dalam bunker, dan membersihkan pilar-pilar musoleum.

“Sebelum diperbaiki, bunker ini sering dipakai untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji,” kata Ferry.

Kini bunker tersebut tentu telah banyak berubah dari ketika awal dibangun. Awalnya, bunker yang berbentuk melingkar ini memiliki kaca berlapis marmer, yang di dalamnya berisi jenazah OG Khouw yang dimumikan oleh istrinya. Marmer dan kaca itu bisa terbuka membentuk sebuah pintu masuk jika sang istri memencet tombol tertentu di atas marmer tersebut. Sang istri kerap juga datang untuk mendoakan sang suami.

Setelah sang istri wafat dan dimakamkan di dalam musoleum, akhirnya marmer tersebut ditutup secara permanen oleh keluarganya. Sementara, jasadnya dan jasad sang istri akhirnya dikremasi dan abunya ditempatkan di sana. Konon kabarnya, harta-harta OG Khouw juga ikut dimasukkan ke dalam ruangan tersebut, mengikuti budaya Tionghoa.OG Khouw memang tak punya keturunan langsung, hingga mungkin saja seluruh hartanya dimasukkan ke dalam ruangan itu.

Sekarang, bunker hanya menyisakan marmer kokoh yang menutupi ruangan itu. Untuk menjaga kebersihan dan keamanan bunker, kini pintu bunker selalu terkunci. Kuncinya hanya dipegang oleh pegiat Komunitas Love Our Heritage dan seorang kuncen.

“Bisa dibilang, perawatan musoleum bergantung pada komunitas, termasuk untuk membayar tagihan listrik untuk lampu di dalam bunker,” ujar Ferry.

Semoga saja, makin banyak tangan yang membantu untuk kelestarian musoleum ini, terutama tentu saja perhatian dari pemerintah. Karena jika jejak sejarah menghilang, akan ke mana anak cucu mencari akarnya?(Koran SI/Koran SI/ftr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar