Lifestyle » Family » Main Video Game Tidak Sebabkan Perangai Anak Buruk
Main Video Game Tidak Sebabkan Perangai Anak Buruk
Sabtu, 20 November 2010 - 17:18 wib
(Foto: gettyimages) BERMAIN video game bagi anak tidak selamanya berpengaruh negatif. Penelitian terbaru di Amerika Serikat menunjukkan, video game tidak berhubungan secara signifikan dengan tabiat buruk anak, selama ada batasan waktu.
Banyak orangtua yang mengkhawatirkan dampak buruk bagi anaknya yang terlalu sering bermain video game. Sejumlah penelitian terdahulu banyak menghasilkan rekomendasi bahwa bermain video game di komputer, konsol, atau layar televisi misalnya, dapat menurunkan fungsi otak yang berakibat pada merosotnya kesehatan mental anak.
Namun, penelitian terbaru yang dilakukan di Yale University, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa sebagian besar remaja yang sering bermain video game tidak akan memicu dirinya memiliki perilaku buruk. Namun, yang sudah dalam tahap “kecanduan” yang jumlahnya relatif lebih sedikit, lebih mungkin untuk menjadi seorang perokok, penggunaan obat-obatan, berkelahi, atau menjadi depresi.
Temuan ini bertentangan dengan banyak studi yang membahas tentang dampak video game pada anak-anak, terutama kaitannya dengan perilaku agresif. Namun, penelitian ini hanya memfokuskan diri pada hubungan antara video game dan perilaku kesehatan tertentu, serta merupakan salah satu yang pertama meneliti soal efek video game.
“Penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam dan di luar pribadi seorang anak itu sendiri, video game tampaknya tidak berbahaya untuk mereka,” kata peneliti Rani Desai, seorang profesor psikiatri dan kesehatan masyarakat di Yale University School of Medicine, Amerika Serikat, seperti dikutip healthday.com.
“Kami menemukan hampir tidak ada hubungan antara perilaku kesehatan negatif seseorang dan seringnya bermain video game, terutama pada anak laki-laki,” lanjutnya.
“Namun, sebagian kecil anak-anak merasa dirinya tidak mampu mengendalikan (batasan bermain) video game. Itu menimbulkan kekhawatiran yang terkait dengan banyak perilaku bermasalah lainnya,” tambahnya.
Penelitian ini dipublikasikan dalam edisi online jurnal Pediatrics. Dengan menggunakan data dari survei anonim pada lebih dari 4.000 siswa sekolah menengah atas negeri yang tinggi di Connecticut, Amerika Serikat, yang diambil dari sebuah studi Yale yang telah diterbitkan pada 2008. Tim peneliti menganalisis prevalensi game remaja pada umumnya, “pemain video game bermasalah” dan perilaku kesehatan yang berhubungan dengan keduanya.
Pemain video game yang bermasalah mengerucut pada tiga gejala utama, yaitu mencoba bermain dan kalah lalu kembali bermain, merasakan dorongan tak tertahankan untuk bermain, dan mengalami ketegangan urat syaraf yang bisa diringankan dengan bermain. Berapa jam remaja menghabiskan waktu untuk bermain video game tidak termasuk dalam definisi pemain video game bermasalah.
“Frekuensi bermain bukanlah faktor penentu,” kata Desai.
Padahal, pemain video game bermasalah mungkin sebenarnya lebih banyak waktu berjam-jam bermain.
“Ciri khas dari pemain video game bermasalah adalah ketidakmampuan dia untuk menahan dorongan,” terangnya.
Setengah remaja dari seluruh partisipan dilaporkan bermain video game,76 persen adalah anak laki-laki, sementara lebih dari 29 persen anak perempuan. Kebanyakan dari mereka (sekira 61 persen) dilaporkan bermain video game kurang dari tujuh jam sepekan. Sementara sekira 11 persen menghabiskan waktu selama 20 jam atau lebih dalam sepekan untuk bermain.
Menurut kesimpulan penelitian ini, di antara anak laki-laki, video game sendiri tidak dikaitkan dengan perilaku keseharian yang tidak sehat. Bahkan, anak-anak yang bermain video game dilaporkan mendapat nilai rata-rata kelas yang lebih tinggi. Dan secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk merokok, meskipun tidak bisa dibilang juga mereka kecil kemungkinan untuk tidak pernah mengonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang.
Desai mengatakan, fakta bahwa video game untuk anak laki-laki berhubungan dengan perilaku kesehatan, menunjukkan bahwa untuk anak laki-laki sebenarnya perilaku normal untuk bermain video game. Bagi pemain video game anak perempuan, bagaimanapun, adalah lebih mungkin untuk terlibat dalam sebuah perkelahian serius atau membawa senjata tajam ke sekolah dibandingkan anak perempuan yang tidak bermain video game.
“Temuan ini mungkin menunjukkan bahwa video game tidak mengarah pada perilaku agresi, tetapi benar bahwa anak perempuan lebih agresif tertarik untuk bermain video game,” ungkap Desai.
Penelitian juga menemukan bukti bahwa baik pemain video game laki-laki maupun perempuan, memiliki kemungkinan besar untuk mengonsumsi minuman berkafein, termasuk minuman berenergi. Pada anak perempuan, konsumsi minuman tersebut lebih banyak, sekira tiga porsi atau lebih per hari, dibandingkan dengan anak laki-laki yang hanya 1–2 porsi sehari.
Sebagian besar remaja yang bermain video game dilaporkan tidak memiliki ciri sebagai pemain video game dengan perilaku negatif. Namun, 5 persen di antara mereka menunjukkan sejumlah perangai buruk, yaitu merokok, penyalahgunaan narkoba, depresi, dan berkelahi. Anak laki-laki dilaporkan berisiko lebih tinggi mendapatkannya dibanding anak perempuan (5,8 persen:3 persen).(Koran SI/Koran SI/ftr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar